demo wahabi di bogor

Demodi Balai Kota Bogor, Mahasiswa Gugat Relokasi PKL. Reporter Mahfuzulloh Al Murtadho. Aksi mahasiswa KAMMI dari Komisariat Universitas Ibnu Khaldun Bogor berunjuk rasa di Balai Kota Bogor, Jalan Juanda No.10, Bogor Tengah, Rabu 16 Oktober 2019. Mereka menyoroti kebijakan relokasi PKL oleh pemerintah kota setempat. TEMPO/ M.A MURTADHO BOGOR| Ribuan umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Pemersatu Umat saat menggelar aksi unjuk rasa di halaman Balaikota, Bogor, Selasa (29/8). Aksi unjuk rasa tersebut sebagai bentuk penolakan ajaran Wahabi. Dalam aksinya, mereka menuntut Walikota Bogor Bima Arya untuk mencabut IMB pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal di Jalan Ahmad Syam, [] MahasiswaDemo di Jakarta, Jokowi Berkantor di Istana Bogor. Lizsa Egeham. 20 Okt 2020, 12:28 WIB Diperbarui 20 Okt 2020, 12:28 WIB. Copy Link; (Presiden di Bogor) karena ada rapat intern dan tentunya kunjungan tamu negara. Itu sudah ter-schedule 10 hari bahkan sebulan yang lalu. Tidak ada kaitannya (dengan demo)," kata Heru. Sejumlah mahasiswa mulai berdatangan di seputaran gerbang utama Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/10/2020). Kedatangan mereka terkait satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin. AA A. BOGOR - Ratusan budayawan dan ormas menggelar aksi unjuk rasa di halaman Balai Kota Bogor, Rabu (13/10/2021). Dalam aksinya mereka membakar wangi-wangian berupa dupa, kemenyan, dan lainnya. Sontak, area Balai Kota langsung bau menyan menyengat. Aksi ini mereka gelar untuk menolak wisata malam Glow di Kebun Raya Bogor (KRB) . mở bài văn nghị luận văn học. Une foule compacte a accueilli les candidats de la liste indépendante, Wadani Assajog’’ de la région d’Ali Sabieh, lors d’un meeting très populaire tenu le lundi après-midi dernier, dans le quartier Barwaqo de la ville chef-lieu de cette région. Au cours de la troisième journée de campagne pour le scrutin du 11 mars prochain, les candidats de la liste indépendante, Wadani Assajog’’, ont choisi le quartier Barwaqo pour tenir leur meeting. Habillé de T-shirt roses, couleur fétiche de leur liste, le chef de file, Faisal Mahamoud Wabéri et les 16 autres candidats de la liste Wadani Assajog’’ ont été accueillis à leur arrivée sur le site spécialement aménagé pour cette occasion, par une importante foule, en majorité des rencontre entre les habitants du quartier Barwaqo et les candidats de Wadani assajog’’ a été plus que chaleureuse les uns et les autres s’embrassaient et se donnaient l’accolade avec cœur ouvert. Après des animations riches en danses folkloriques, les différents candidats qui se sont succédés au micro, ont tour à tour appelé l’assistance à plébisciter les candidats de la liste indépendante, Wadani Assajog’’, quand ils se retrouveront derrière les isoloirs dans les bureaux de vote le 11 mars prochain. Du haut de l’estrade dressée sur place, le chef de file de la liste, Faisal Mahamoud Wabéri a, quant à lui, rappelé l’importance que revêt ce 4ème scrutin local. Il a en outre indiqué que les candidats de la liste indépendante, Wadani Assajog’’ sont issus des différents quartiers et des localités de la région d’Ali Sabieh et qu’ils sont aptes à répondre aux aspirations de leurs concitoyens. Les candidats de Wadani Assajog’’, sont les seuls qui, dans cette campagne, proposent un programme bénéfique pour les habitants de la région d’Ali Sabieh. C’est un programme sérieux et nous avons foi en notre programme et en Dieu» a-t-il déclaré. C’est pourquoi je vous exhorte à vous mobiliser massivement le 11 mars prochain pour voter en faveur de la liste, Wadani Assajog’’ et vos soucis seront les nôtres», a-t-il conclu. Il est à noter que trois femmes figurent dans cette liste indépendante, Wadani Assajog’’, dont notamment Ismahan Sheiko Hamadou, fille de l’ancien champion d’Athlétisme. Rappelons que Ali Sabieh est la seule région du pays, y compris la capitale, où trois listes, à savoir l’UMP, Wadani Assajog’’ et Développement et Justice’’, sont en lice. Rachid Bayleh - Tidak banyak yang tahu nama pesantren Minhajus Sunnah di daerah Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Saat saya ke sana pada Jumat pekan lalu 3/3, butuh lima kali memutari jalan kampung, membelah sawah dan ladang tebu untuk menemukan pesantren milik Yazid bin Abdul Qodir al-Jawas, seorang ulama Salafi yang namanya tersohor di Kota Bogor. Yazid merupakan alumnus LIPIA Jakarta dan murid Prof Dr. Syaikh Abdurrazzaq Dosen akidah di Universitas Islam Madinah.Tak ada plang pesantren Minhajus Sunnah. Ketika saya mencari pesantren itu, baik warga maupun sopir ojek sama sekali tak tak tahu. Saya baru menemukan nama pesantren setelah berputar mengelilingi kampung dan perumahan selama satu jam. Pagar di depan pesantren tak terbuka lebar, pintunya hanya dibuka buat orang melintas muat sebadan. Saya baru mengetahui Pesantren Minhajus Sunnah ketika waktu salat Jumat lelaki memakai baju koko dan celana cingkrang bergegas memasuki pesantren. Mereka memelihara jenggot panjang atau lihyah layaknya penganut mazhab Salafi yang menjalankan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Di dalam pesantren, saya didatangi santri yang bertugas sebagai keamanan Minhajus Sunnah. Ia menanyakan maksud dan tujuan saya. Ia meminta saya menunggu. Dan ia tak ingin namanya dikutip. Saya menunggu untuk bertemu dengan pengurus pesantren di masjid, terletak di depan pintu masuk pesantren. Pesantren ini khusus laki-laki. Mereka ramah, bahkan selama saya menunggu, saya dibawakan makanan. Pesantren Minhajus Sunnah sekilas tampak tertutup. Bahkan rencana buat melakukan wawancara dengan pengurus pesantren harus melewati banyak tahap. Semua barang yang saya bawa diperiksa oleh santri yang bertugas dalam keamanan pesantren. Santri itu juga mendata kartu identitas penduduk saya. Pada dasarnya, pihak pesantren menurut santri itu terbuka untuk siapa saja. Namun mereka menolak untuk diberitakan. Sebab, pesantren Minhajus Sunnah sudah memiliki publikasi yaitu Majalah As-Sunnah dan Radio Rodja. Dua media itu merupakan sarana publikasi dakwah Salafi dan media resmi jaringan Salafi di Indonesia. Dari brosur penerimaan santri baru tahun pelajaran 2004, pengajian terbuka untuk umum, dilakukan setiap hari, dan kebanyakan pesertanya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor IPB. Kitab yang dibahas dalam pengajian itu adalah kitab-kitab karangan Muhammad bin Abdul Wahhab dan ulama Salafi/Wahabi lain seperti misalnya kitab Al-Ushul ats-Tsalatsah Tiga Landasan Utama dan Al-Qawa'id al-Arba’ Empat Kaidah Dasar karangan Abdul Wahhab. Selain menjadi bahan dalam pengajian terbuka, seperti yang tertulis dalam brosur, kitab-kitab ini menjadi bahan rujukan pesantren. Pilihan kitab-kitab ini sebagai bahan ajar tidaklah mengherankan. Karena, dalam deskripsi yang tertulis di brosur pesantren, mereka mengikuti aliran ulama Salaf al-Shalih atau beraliran Salafi para pendahulu yang saleh. Ajaran mereka menekankan pada contoh-contoh teladan Nabi Muhammad dan generasi pertama umat Islam. Dakwah Wahabi Sebetulnya pelajaran kitab-kitab itu tak ada yang aneh. Sebagai pengikut Salaf al-Shalih, kitab-kitab itu menjadi rujukan ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab, yang aliansinya pada pendirian negara Saudi meletakkan paham Wahabisme pada abad k-18. Abdurrahman Wahid, pemikir muslim dan mantan presiden Indonesia, dalam Ilusi Negara Islam Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia 2009, menyebutkan Wahabi sebagai aliran Islam garis keras. Aliran itu berupa pemutlakan agama berdasarkan Alquran dan hadis. Wahid menulis pemahaman yang serba mutlak membuat aliran Salafi/Wahabi gampang mengecap umat lain yang melakukan amaliah berbeda sebagai kafir. Mereka, kata Gus Dur, menolak amaliah dari hasil akulturasi Islam dengan budaya Indonesia. Sehingga aliran ini juga disebut gerakan anti-bidah sesuatu yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad.Ajaran pesantren Minhajus Sunnah berpaham Wahabi bisa didengar dari mukaddimah yang dibacakan oleh khatib saat salat Jumat. Dalam khotbahnya, si ustaz mengutip hadis yang berbunyi, kullu bidatun dhalalatun, wa kullu dhalatun fi an-nar’. Kurang lebih artinya segala sesuatu yang bidah itu buruk, dan segala keburukan itu berada di neraka. Hal ini dikuatkan dari dua santri juga ustaz yang saya temui. Mereka menyebut bidah adalah bagian dari subhat amaliah samar yang menurut keyakinan mereka seolah baik tapi pada dasarnya membawa keburukan. Alasannya, perbuatan itu sama sekali tak pernah diajarkan dan dilakukan langsung oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Mereka membenarkan jika ajaran pesantren itu merupakan pemurnian Islam. Bagi mereka, pemurnian adalah suatu keniscayaan, sebab ajaran Islam, menurut mereka, haruslah murni. Mereka tak setuju bila paham mereka disebut sebagai Wahabi. Mereka hanya mau disebut sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah. Bagi mereka, Ahlussunnah Wal Jamaah tidak mengakui adanya firqoh golongan tertentu. Pengkader Dai-Dai Salafi/Wahabi Menurut Suhanah dalam penelitiannya berjudul "Jaringan Salafi Bogor" Jurnal Harmoni, Oktober-Desember 2010, Minhajus Sunnah didirikan oleh Yazid bin Abdul Qodir al-Jawas, alumni Universitas Islam ibnu Saud di Riyadh, Arab Saudi, yang menjadi tempat belajar tingkat tinggi para calon dai. Para calon dai ini belajar selama tiga tahun dan sesudah lulus melakukan pengabdian selama dua tahun. Pengabdian ini dapat dilakukan para santri dengan mengajar di Minhajus Sunnah, berdakwah di daerah asal mereka, dan mengajar di lembaga-lembaga pendidikan Islam yang beraliran Salafi/ pendidikan yang berafiliasi dengan Salafi/Wahabi berada di seluruh Indonesia. Di antaranya Pesantren Islam al-Irsyad di Solo Jawa Tengah, Pesantren Ihya As-Sunnah Tasikmalaya Jawa Barat, Pesantren al-Mahad Bermanhaj Salaf di Bekasi Jawa Barat, Sekolah Dasar Islam an-Najah di Jakarta Barat, dan Pesantren Imam Ahmad di Baranangsiang Bogor. Selain mengabdi, para santri di Minhajus Sunnah juga ada yang banyak melanjutkan studi ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab LIPIA dan ke pelbagai universitas Islam di Arab Saudi. LIPIA didirikan pada 1980-an di Jakarta dengan nama awal Lembaga Pengajaran Bahasa Arab LPBA, cabang resmi dari Universitas Islam Ibnu Saud di Riyadh. Direktur pertama LIPIA bernama Abdul Aziz bin Baz, berkebangsaan Arab Saudi. Sampai hari ini LIPIA telah menghasilkan ribuan alumni termasuk di antaranya Ja'far Umar Thalib pendiri Laskar Jihad dan Rizieq Shihab pendiri Front Pembela Islam. Mereka yang berasal dari Minhajus Sunnah melanjutkan studi di LIPIA secara gratis dengan beasiswa pemerintah Arab Saudi. Kendati begitu, tidak semua santri alumni Minhajus Sunnah yang mendaftar ke LIPIA bisa langsung diterima. Mereka tetap harus melalui serangkaian seleksi. Bagi mereka yang gugur dalam seleksi, rata-rata memilih mengabdi di Minhajus Sunnah sambil belajar kembali. Jejaring Individu Hubungan antara Minhajus Sunnah dan lembaga-lembaga pendidikan Salafi/Wahabi lain tak lepas dari jejaring individu para pengajarnya. Dalam penelitian Suhanah, dijelaskan para pemilik lembaga tersebut adalah para ulama Salafi/Wahabi alumnus Arab Saudi. Yazid bin Abdul Qodir al-Jawas pendiri Minhajus Sunnah Bogor merupakan teman dari Ustadz Abu Yahya Badrusalam pendiri masjid dan lembaga pendidikan Al Barkah serta Radio Rodja di Cileungsi. Adapun Badrusalam memiliki hubungan baik dengan Zein al-Atas di Batam dan Abu Fairuz ketika sama-sama belajar di Timur Tengah. Ada juga Syaikh Mudrika Ilyas Pesantren Al-Mahad Bermanhaj Salaf Bekasi yang punya hubungan baik dengan ulama Salafi di Rodja, Cileungsi. Begitu pula Abdul Hakim yang tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, aktif bekerjasama dengan Yazid komunikasi tentu bertujuan mengembangkan jaringan intelektual dan dakwah di antara mereka yang tinggal berjauhan dari daerah asal mereka. Seperti halnya Arman Amri Minhajus Sunnah yang berasal dari Padang dan tinggal di Bogor, Zainal Abidin dari Lamongan dan tinggal di Cileungsi, dan Yazid al-Jawas dari Kebumen dan tinggal di hanya itu, dalam memperkuat jaringannya, mereka kerap melakukan daurah diskusi yang menghadirkan ulama-ulama internasional. Di antaranya Dr. Syaikh Abdurrazaq Madinah, Syaikh Ali bin Hasan Yordania, Syaikh Masyhur Hasan Salman Yordania, dan Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili Madinah. Dalam buku Laskar Jihad 2008 pada bab "Ekspansi Kaum Salafi", Noorhaidi Hasan menulis bahwa Yazid al-Jawas bersama Ja'far Umar Thalib diajak oleh Abu Nida untuk mendirikan Yayasan As-Sunnah pada 1992 bersamaan dengan membangun masjid di Degolan, Kaliurang, Yogyakarta. Abu Nida adalah tokoh senior dalam jaringan dakwah Salafi di Indonesia, kelahiran Lamongan, Jawa Timur, yang mendapat pendidikan di kampus Saud Riyadh setelah belajar bahasa Arab di LIPIA, atas sponsor Muhammad Natsir, tokoh Masyumi pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Yayasan As-Sunnah, demikian Noorhaidi, kegiatan dakwah lewat halaqah forum pendidikan dan daurah didorong untuk mempromosikan gerakan Salafi. Mereka lantas menerbitkan As-Sunnah, berkala pertama Salafi yang terbit di Indonesia pada 1994 tempat Yazid al-Jawas menjabat redaktur ahli. Mereka menyiarkan ajaran Wahabi dan fatwa dari otoritas keagamaan Saudi terkait soal jenggot, televisi, radio, dan mereka menarik minat para pengurus yayasan dari Timur Tengah, al-Haramyn dan Jam'iyyat Ihya' al-Turats al-Islami, masing-masing dari lingkungan penguasa keagamaan Saudi dan Kuwait. Dari jalur ini kelak Abu Nida mendirikan kampung Islami di Wirokerten, Bantul, al-Jawas, tulis Noorhaidi, bersama Ja'far Umar Thalib menjalankan pesantren al-Irsyad Tengaran, Salatiga, Jawa Tengah, yang ditugaskan oleh LIPIA sepulang mereka belajar dari Universitas Islam ibnu Saud. Sarjana keturunan Hadrami ini "sibuk dengan tugas mempopulerkan ajaran Salafi" ke kalangan mahasiswa dan melayani undangan khotbah di pelbagai kota di Jawa Noorhaidi, kegigihan mereka menyebarkan ajaran Wahabi membuat pesantren Tengaran sebagai "salah satu mata rantai terpenting dalam jaringan penyebaran gerakan Salafi di Indonesia." Jaringan Pendanaan Selain jaringan kelembagaan dan individu, yang penting dari jaringan Salafi/Wahabi adalah pendanaan. Menurut Gus Dur dalam Ilusi Negara Islam, jaringan Salafi/Wahabi di Indonesia mendapat kucuran dana dari Arab Saudi hingga mencapai kurang lebih 90 miliar dolar Amerika Serikat, termasuk dalam bentuk beasiswa melalui LIPIA dan pelbagai lembaga pendidikan menurut penelitian Suhanah, untuk gerakan Salafi/Wahabi di Bogor, sumber dana dari para simpatisan yang menyumbang melalui rekening Radio Rodja dan sumbangan salah seorang pemilik Hotel Grand Aliya dan Hotel Alma di Jakarta. Selain itu, dari penjualan jahe dan habbatussauda, sari kurma, dan minyak wangi. Untuk Minhajus Sunnah sendiri, pihak pesantren mengaku mendapatkan dana sumbangan dari biaya pendidikan yang dibayarkan para santri serta infak dari para jemaah dan ini, menurut keterangan dari pihak Minhajus Sunnah, pesantren telah meluluskan ratusan orang sejak berdiri pada 1998, dengan kuota penerimaan santri setiap angkatan sebanyak 80-90 orang. Untuk diterima ke pesantren ini, pendaftar harus setidaknya hafal 2 juz Alquran. Selain memiliki pesantren Minhajus Sunnah, Yazid al-Jawas juga memiliki pondok Imam Ahmad di Baranangsiang, Kota Bogor, dan Sekolah Dasar Islam Terpadu Anak Shalih di Kecamatan Bogor Utara. Yazid menjabat sebagai Ketua Yayasan Imam Ahmad bin Hanbal, sebuah lembaga yang juga memiliki masjid Imam Ahmad bin Hanbal, yang kehadirannya belakangan mendapat penolakan dari warga Diperbarui pada 7 Maret, pukul 2312 - Politik Reporter M. Ahsan RidhoiPenulis M. Ahsan RidhoiEditor Fahri Salam Aktivis yang mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa Islam HMI Cabang Gowa Raya sedang demonstrasi di Jl Sultan Alauddin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 25/2/2022. Dalam pantau Tribun, mereka memblokade jalanan. Sehingga, arus kendaraan dari arah Makassar dan Gowa terhambat. Mereka memprotes pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dengan hewan tertentu. Pernyataan Yaqut Cholil Qoumas ini membuat kontroversi. Sehingga, Gus Yaqut dilaporkan ke kepolisian. Baca juga Nasib Roy Suryo usai Laporkan Menag Yaqut Cholil Qoumas ke Polisi, Kini Terancam Ditimpa Masalah Ini Aktivis yang mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa Islam HMI Cabang Gowa Raya sedang demonstrasi di Jl Sultan Alauddin, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat 25/2/2022. TRIBUN TIMUR/MUSLIMIN EMBA Sebelumnya, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menerbitkan surat edaran SE yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Dikutip dari laman Kemenag, aturan ini dikeluarkan sebagai upaya merawat persaudaraan dan harmoni sosial. "Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat," kata Gus Yaqut dalam keterangan tertulis, Senin 21/2/2022. Sayangnya, aturan mengenai pengeras suara itu menuai polemik dan mendapat kritikan dari sejumlah pihak. Terbaru, Yaqut Cholil Qoumas justru membuat perbandingan antara suara azan dengan suara ini terjadi saat Yaqut Cholil Qoumas ditanya wartawan dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Riau terkait aturan pengeras suara. Sontak, pernyataan Yaqut Cholil Qoumas kembali menimbulkan kegaduhan. Apalagi, ini bukan kali pertama Yaqut mengeluarkan pernyataan kontroversial sejak menjabat sebagai menteri agama. emba

demo wahabi di bogor